Thursday, November 10, 2011

Kapitalisme Global dan Gereja-gereja Barat
Sebuah Perenungan (1)






oleh Ioanes Rakhmat
 

Perenungan ini baiklah saya mulai dengan sebuah pertanyaan berikut, yang kemudian saya beri jawabannya.

Mengapa di Barat donasi USD lebih banyak mengalir ke lembaga-lembaga gerejawi fundamentalis, tapi tidak ke gereja-gereja liberal?  


Gereja-gereja fundamentalis di Barat banyak yang sejalan dengan kegiatan besar Westernisasi bagian-bagian dunia non-Barat yang umumnya bukan-Kristen.

Gereja-gereja fundamentalis Barat dengan kuat masih memegang amanat untuk mengkristenkan dunia, yang dalam batas-batas tertentu sama dengan Westernisasi dan sama dengan liberalisasi ekonomi. Maka, mudah dipahami, para kapitalis Barat akan mengalirkan donasi USD mereka ke gereja-gereja fundamentalis. Alhasil, gereja-gereja ini jadi kaya raya. 

 
Selain itu, gereja-gereja fundamentalis identik dengan puritanisme, yang mereka  pandang dibutuhkan sebagai benteng gereja dalam menghadapi berbagai bentuk serangan agama-agama lain. Orang Barat yang kaya raya memandang puritanisme yang dijaga kuat dalam gereja-gereja konservatif juga mendukung penguatan kapitalisme global di kawasan non-Barat. Anehnya, kalau kapitalisme memerlukan liberalisasi ekonomi, gereja-gereja  fundamentalis menolak liberalisasi teologi/doktrin. Split personality!

 
Pada pihak lain, gereja-gereja berhaluan liberal sudah tak memiliki program kristenisasi dunia, tapi mengembangkan dialog dan mutual enrichment antaragama yang dipandang kalangan kapitalis Kristen sebagai kegiatan-kegiatan yang hanya memperlemah usaha Westernisasi dunia yang identik dengan kristenisasi global. 


Gereja-gereja liberal dengan konsisten menolak puritanisme, lalu memperjuangkan reformulasi doktrin-doktrin Kristen, mengadopsi sains modern ke dalam worldview mereka, dan memakai pendekatan kritis (criticism) dalam hermeneutik mereka, yang semuanya dinilai dengan keliru oleh kaum fundamentalis sebagai hal-hal yang akan menghancurkan agama Kristen.

Fanatisme yang menggebu yang dibutuhkan untuk kristenisasi dunia tak ditemukan dalam gereja-gereja liberal, sehingga gereja ini tak diminati kapitalis Kristen. Padahal, ironisnya, banyak orang Kristen liberal mendukung liberalisasi ekonomi dunia, dan menolak sistem ekonomi sosialis/terpusat. 


Kaum Kristen liberal mendukung ekonomi liberal karena sistem ini dipandang sebagai sebuah sistem yang menghargai kemandirian individu, kompetisi bebas, dan demokratisasi. Sebetulnya, para pembela kapitalisme global juga mendukung kemandirian/kebebasan individu, kompetisi bebas, dan demokratisasi, yang dipandang sebagai Western values dan tulang punggung kapitalisme global. Tapi kekristenan liberal ditolak para kapitalis Kristen karena alasan lain: kaum liberal tak mau mengkristenkan dunia dan menolak puritanisme.
 
So actually kaum kapitalis Kristen mengidap split personality: membela kebebasan individu, kompetisi bebas, dan demokratisasi di bidang ekonomi, tapi mereka juga menginginkan dunia ditaklukkan di bawah bendera Kekristenan yang oleh mereka dipandang dengan keliru sebagai fondasi utama peradaban Barat. Bisa diungkap demikian: dalam wilayah ekonomi, kaum kapitalis Kristen sangat liberal; tapi dalam wilayah agama mereka anti-liberal dan picik. 

 
Patut diingat, banyak yang ideally eranggapan bahwa kaum puritan Kristen sangat kuat memegang etika Kristen, jadi mereka pasti kritis terhadap sifat tamak para pelaku bisnis dalam sistem ekonomi kapitalis. Tapi actually justru banyak sekali dana kapitalis Kristen yang mengalir ke gereja-gereja puritan dan diterima oleh mereka dengan bersyukur kepada Yesus Kristus.


So, belajar dari kaum kapitalis Kristen dan gereja puritan, harus ditegaskan: semakin puritan si A beragama, semakin pecah jiwa dan kepribadiannya.

 
Memang di Indonesia banyak orang yang mengaku hamba Tuhan, dalam sekian konferensi lokal, nasional dan internasional, menolak dan menyerang kapitalisme global. Tapi, penyerangan ini timbul karena romantisisme yang ditinggalkan teologi pembebasan Amerika Latin dalam benak mereka yang mereka dalami sewaktu mereka masih kuliah dulu. Mereka ironisnya membutakan diri pada kenyataan bahwa gereja yang mereka sedang pimpin hidup hampir menyeluruh dari uang kaum kapitalis Kristen. Pada masa kini mustahil menemukan wilayah kekristenan Barat yang bebas dari kapitalisme global, yang sedang membelit gereja-gereja Barat di seluruh dunia dengan tentakel-tentakelnya. Setelah konferensi usai, mereka  kembali ke gereja masing-masing, lalu menyusun jadwal pelawatan ke rumah-rumah warga. Warga yang kaya ada di urutan pertama. 


Melihat kondisi dewasa ini yang tak bersahabat dengan Kristen liberal, tapi sangat bersahabat dengan Kristen konservatif, muncul sebuah pertanyaan: Masih adakah harapan di masa depan untuk orang Kristen liberal dapat mengarahkan jalannya dunia ke arah ideal-ideal yang dicita-citakan mereka? 

Hemat saya harapan tetap ada, bahkan mungkin sekali sangat besar. Mengapa? Dunia di masa depan akan makin kompleks, dan pertanyaan-pertanyaan baru yang memerlukan jawaban-jawaban baru yang kreatif juga akan terus bermunculan. Orang Kristen konservatif tidak akan bisa mentolerir keadaan itu; mereka akan sangat reaktif, dan sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan baru itu. Tetapi orang Kristen liberal akan bisa bersikap pro-aktif, dan akan sanggup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan baru yang terus bermunculan, bukan makin berkurang. 

Kenapa? Karena orang Kristen liberal pada prinsipnya memiliki sangat banyak jawaban atas satu pertanyaan, sedangkan orang Kristen konservatif hanya punya satu jawaban atas segala pertanyaan. Selain itu, orang Kristen liberal pada prinsipnya sanggup mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru di dunia yang terus berubah, sedangkan orang Kristen konservatif sudah terindoktrinasi untuk tak boleh bertanya dan hidup dalam ilusi bahwa dunia masa kini bisa diubah menjadi seperti dunia abad-abad pertama ketika kekristenan baru dilahirkan.   

(bersambung)


Baca juga:
Kapitalisme Global dan Islam Liberal